Kamis, 14 Juli 2011

Antara Tugas, Cinta dan Keluarga

 Bismillahi tawakkaltu  ‘Alallah. La haw la walaa quwwata illa billah.  Kaki kananpun  mulai dilangkahkan dan didahulukan. Seorang wanita yang tengah hamil sedang berjalan menuju pangkalan ojek langganannya yang selanjutnya si tukang ojek mengantar wanita tersebut ke tempat tujuan yakni sebuah pelabuhan tempat biasanya perahu – perahu kecil bermesin yang biasa disebut masyarakat setempat ‘kelotok’ mangkal.  Ternyata pelabuhan kelotok tersebut bukanlah tujuan akhir.  Si wanita tersebut harus naik lagi kelotok tersebut kurang lebih 1 jam perjalanan di air hingga mengantarnya tiba di sebuah sekolah tempat dia mengajar.  Ya wanita itu adalah seorang guru.  Dan aktifitas pagi hari yang demikian merupakan kegiatan rutin yang harus dilakoninya setiap hari kerja.  Sebuah perjalanan yang mengandung resiko karena harus melewati perairan luas dengan perahu yang tidak terlalu besar.  Terlebih ibu guru ini tidak memiliki keahlian berenang ditambah lagi kondisinya yang sedang hamil tua, tetapi kekuatan ‘niat’ yang luar biasa tetap mengantarkannya bertugas demi mendidik anak-anak bangsa.


Di tempat lain, ratusan kilometer dari tempat bu guru tadi bertugas, seorang pria tengah berjuang mengalahkan medan perjalanan yang kurang bersahabat menuju tempat dia bertugas.  Jalan yang masih se adanya tersebut memang sewaktu – waktu bisa membahayakan penggunanya. Kalau musim kemarau maka lautan debulah yang harus dilaluinya. Akan lebih parah lagi kondisinya kalau habis hujan. Jalan akan licin dan berlumpur, kurang hati – hati akan terjatuh. Tanjakan terjal dan turunan curam merupakan hal yang biasa ditemui di jalan – jalan pegunungan yang tidak tersentuh oleh aspal tersebut. Kondisi yang demikianlah yang harus dilakoni oleh pria tadi yang ternyata juga adalah seorang guru dan kebetulan adalah suami dari ibu guru tadi.

Tempat tugas yang jauh dan berbeda daerah ini memaksa pasangan guru tadi untuk ‘pisah ranjang’.  Hari – hari mereka lebih banyak dilalui dengan kesibukan masing – masing. Kalaupun ada waktu longgar, akhir pekan dan liburan saja baru bisa berkumpul dengan keluarga kecilnya. Resiko dari sebuah keputusan dan pilihan untuk menjadi abdi negara yang harus siap di tempatkan di mana saja. Dan itu harus dilalui mereka hingga 6 tahun.  Kegamangan, kekhawatiran dan kejenuhan pastilah ada, tetapi ketika semua itu dikembalikan kepada sang Maha Penguasa yang mengatur jalan hidup manusia, maka segalanya menjadi ringan. Sering terbersit ketakutan akan bahaya dalam perjalanan, tetapi Allah maha melindungi dan menyelamatkan hambanya yang berserah diri, dan kalaupun resiko itu harus dihadapi hingga berujung pada kematian, setidaknya meninggal dalam keadaan niat menjalankan tugas akan tercatat sebagai ibadah. Allah memang tidak memberikan jalan yang mudah bagi mereka tetapi Allah memberikan kekuatan dan keteguhan hati bagi mereka dalam mengatasi persoalan hidup dan itu bisa dilewati dengan baik.

Cerita di atas hanyalah  contoh kecil dari cerita - cerita lain tentang perjuangan mencari nafkah yang diridhoi Allah yang harus dilewati dengan  kesabaran dan keikhlasan. Barangkali masih banyak lagi orang - orang yang harus melewati hidupnya dengan ujian yang lebih berat dari itu. Tetapi sesungguhnya Allah tidak memberikan ujian kepada manusia melebihi kemampuannya. Dan ketika ujian – ujian tersebut telah dilewati dengan ikhlas dan sabar maka biasanya Allah telah menyiapkan ‘buah’ yang teramat manis hasil dari penyerahdirian tersebut. Skenario Allah memang sering tak ‘terpahami’ oleh kita. Jika jalan hidupmu terasa susah. Jika urusan-urusanmu terasa tidak mudah. Jangan berkeluh kesah dan berprasangka buruk pada Allah. Sesungguhnya Allah sedang menempamu dan memilihmu menjadi pribadi yang kuat dan tangguh.   Martapura, 12 Sya’ban 1432 H.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar