Jumat, 29 Oktober 2010

In Memoriam, Mbah Maridjan

Bencana meletusnya Gunung Merapi pada Selasa (26/10/2010) pukul 18.10, 18.15, dan 18.25, semakin melengkapi duka bagi bangsa Indonesia setelah sebelumnya secara beruntun diguncang bencana  gempa, tanah longsor dan Tsunami di beberapa daerah di Indonesia. Musibah – musibah ini menyisakan duka yang mendalam bagi bangsa kita terutama bagi keluarga yang ditinggalkan. Selain duka bencana – bencana tersebut juga meninggalkan cerita – cerita yang patut untuk dikenang dan direnungkan.

Berbicara tentang Gunung Merapi, kita pasti tidak akan bisa melepaskannya dengan sesosok tokoh yang sangat dekat dan menyatu dengan gunung Merapi itu sendiri. Dialah Mas Penewu Suraksohargo; atau yang lebih terkenal dengan sebutan Mbah Maridjan. Beliau lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman pada tahun 1927. Beliau adalah seorang juru kunci Gunung Merapi. Amanah sebagai juru kunci ini diperoleh dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX. 

Beliau begitu dihormati. Setiap Gunung Merapi mau meletus, warga setempat selalu menunggu komando beliau untuk mengungsi. Nama beliau begitu melambung semenjak kejadian Gunung Merapi mau meletus pada tahun 2006. Beliau tidak mau mematuhi perintah untuk turun gunung oleh Sultan Hamengkubuwono X. Akibatnya, mata dunia pun terbelalak pada sosok renta yang sangat sederhana ini. Bahkan, saking terkenalnya pemerintah Jerman yang saat itu sedang menggelar hajatan Piala Dunia bermaksud mengundang Mbah Maridjan untuk menghadiri pembukaan Piala Dunia 2006. Si Mbah lantang menolak. "Kalau saya ke Jerman, siapa yang mencari rumput sapi saya," tutur pria sepuh itu. Keberanian dan ketegaran Mbah Maridjan mengispirasi sebuah perusahaan minuman berenergi untuk mendaulat beliau menjadi ikon iklan produk minuman berenergi tersebut. Dan dari situ mula muncul kata – kata yang sangat terkenal; roso .. roso…

Mbah Maridjan adalah pribadi yang begitu bersahaja dan berdedikasi. Amanah yang diberikan kepada beliau selaku kuncen Merapi beliau tunaikan hingga akhir hayat. Beliau pernah berkata bahwa kalau Merapi meletus beliau adalah orang terakhir yang akan turun untuk mengungsi. Beliau begitu peduli dengan alam dan menyatu dengan Merapi. Ketika musibah meletusnya gunung Merapi pada Selasa, 26 Oktober lalu memakan korban dan salah satunya adalah Mbah Maridjan, maka tugas beliau menjaga gunung yang paling aktif dan berbahaya sedunia itu tunailah sudah. Mbah Maridjan gugur dipangkuan Gunung Merapi. Dan subhanallah… ketika pertama kali Tim SAR Yogyakarta menemukan jenazah beliau, Mbah Maridjan ditemukan dalam posisi sujud di dapur. Luka bakar terdapat di tubuhnya. Bajunya robek-robek.

Rakyat berdukacita mengantar kepergian sang juru kunci Gunung Merapi menuju liang lahat pada Kamis (28/10/2010). Sang tokoh yang menjadi korban terjangan awan panas letusan Gunung Merapi ini dimakamkan di Dusun Srunen, Desa Glagahardjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Para keluarga besar dirundung duka. begitu banyaknya ucapan belasungkawa. Ratusan warga sebelumnya sudah berkumpul 2,5 jam sebelum jenazan Mbah Maridjan dan adiknya tiba di pemakaman. Usai jenazah dikebumikan, pusara abdi dalem Keraton Kesultanan Yogyakarta yang diberi nama Mas Penewu Soeraksohargo, ini tak sepi dikerumuni warga. Mereka silih berganti berdoa di pusara juru kunci Merapi yang setia ini.
Lelaki berusia 83 tahun yang perkasa, tegar, bersahaja dan konsisten itu telah pergi menunaikan tugas sucinya. Beliau telah tiada tetapi nama, jasa dan dedikasi beliau akan selalu dikenang orang sepanjang masa. Selamat jalan Mbah…semoga arwahmu diterima oleh Allah SWT dan Khusnul Khotimah….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar